Sebilah pisau punya efek negatif dan positif. Tergantung pemakainya, bila berada di tangan orang yang baik-baik akan termanfaatkan untuk yang baik-baik minimalnya aktivitas yang memang diperlukan. Bisa untuk memotong kambing kurban, memotong daging dan sayur mayor serta yang lain-lain. Tapi gawat, jika pisau jatuh ke tangan perampok berwatak jahat, pisau bisa digunakan untuk memalak orang, menggorok leher, atau menusuk tubuh orang lain, pisau pun bersimbah darah. Demikian pula, pisau menjadi sesuatu yang mengerikan jika dipakai oleh seseorang yang kurang tahu fungsinya, misalnya digunakan oleh seorang anak kecil yang belum tamyiz untuk bermain-main, diputar-putar, diacung-acungkan ke teman-temannya, Ngeri bukan?
Nah, demikian pula sebuah tulisan, bisa menghasilkan hal yang baik-baik bisa juga sebaliknya. Pena tadi akan menghasilkan kebaikan dan pahala jika digunakan untuk menulis yang baik-baik, mendakwahi orang, menerangkan kebaikan, mengajak orang untuk beribadah kepada Allah, mengubungkan silaturahim, dan lain-lain. Namun pena akan menghasilkan dosa jika digunakan untuk kejahatan, memprovokasi massa, melecehkan agama Allah dan pemeluknnya, mengumbar pornografi, menyebarkan ajaran sesat, ataupun mengumpat serta sumpah serapah pada orang lain.
Terkadang juga terjadi, karena kekuranganmampuan menggunakan bahasa tulis yang tepat seseorang terlihat seperti melakukan keburukan. Karenanya dalam dalam menulis diperlukan proses koreksi atau editing sebelum diluncurkan, demi meminimalkan kesalahan. Proses editing ini begitu urgen sekalgus memegang kunci pokok hitam putih sebuah tulisan. Akhirnya, budaya menulis (yang baik-baaik) adalah aktivitas yang perlu terus dikembangkan, dan proses ini harus didahului dengan proses membaca dan belajar, semakin banyak kita berlatih menulis, maka tulisan kita akan semakin bagus, semakin kita banyak membaca maka tulisan kita akan semakin bermakna