kamis 21 november tepat pukul 19.56 wib...,aku mendapat sebuah email dari seorang sahabat yang sekarang khabarnya beliau sekarang ada di negara tetangga di negeri seribu kanguru imanda_amalia@xxxxx.com.au, apa khabar sahabatku??? terima kasih ya emailnya....:D
email itu berjudul "Belajar dari seekor kura-kura" setelah membaca email tersebut woww...,fantastis sekali isinya meskipun terlihat sederhana tapi mengandung pelajaran hidup yang harus kita contoh, dan terbesit dalam hati untuk membagi sebuah pelajaran ini ke sahabat-sahabat semua!
RUMAH
(http://www.eramuslim.com/hikmah/tafakur/rumah.htm)
turtle-too
Seekor kura-kura tampak tenang ketika merayap di antara kerumunan penghuni hutan lain. Pelan tapi pasti, ia menggerakkan keempat tapak kakinya yang melangkah sangat lamban: “Plak…plak…plak…!”
Tingkah kura-kura itu pun mengundang reaksi hewan lain. Ada yang mencibir, tertawa, dan mengejek. “Hei, kura-kura! Kamu jalan apa tidur!” ucap kelinci yang terlebih dulu berkomentar miring. Spontan, yang lain pun tertawa riuh.
“Hei, kura-kura!” suara tupai ikut berkomentar. “Kalau jalan jangan bawa-bawa rumah. Berat tahu!” Sontak, hampir tak satu pun hewan yang tak terbahak. “Ha..ha..ha..ha! Dasar kura-kura lamban!” komentar hewan-hewan lain kian marak.
Namun, yang diejek tetap saja tenang. Kaki-kakinya terus melangkah mantap. Sesekali, kura-kura menoleh ke kiri dan kanan menyambangi wajah rekan-rekannya sesama penghuni hutan. Ia pun tersenyum. “Apa kabar rekan-rekan?” ucap si kura-kura ramah.
“Teman, tidakkah sebaiknya kau simpan rumahmu selagi kamu jalan. Kamu jadi begitu lambat,” ucap kancil lebih sopan. Ucapan kancil itulah yang akhirnya menghentikan langkah kura-kura. Ia seperti ingin mengucapkan sesuatu.
“Tak mungkin aku melepas rumahku,” suara kura-kura begitu tenang. “Inilah jatidiriku. Melepas rumah, berarti melepas jatidiri. Inilah aku. Aku akan tetap bangga sebagai kura-kura, di mana pun dan kapan pun!” jelas si kura-kura begitu percaya diri.
**
Menangkap makna hidup sebagai sebuah pertarungan, memberikan sebuah kesimpulan bahwa merasa tanpa musuh pun kita sebenarnya sedang bertarung. Karena musuh dalam hidup bisa berbentuk apa pun: godaan nafsu, bisikan setan, dan berbagai stigma negatif. Inilah pertarungan yang merongrong keaslian jatidiri: sebagai muslim, aktivis, dan dai.
Pertarungan tanpa kekerasan ini bisa berakibat fatal dibanding terbunuh sekali pun. Karena orang-orang yang kalah dalam pertarungan jatidiri bisa lebih dulu mati sebelum benar-benar mati. Ia menjadi mayat-mayat yang berjalan.
Bagian terhebat dari pertarungan jatidiri ini adalah orang tidak merasa kalah ketika sebenarnya ia sudah mati: mati keberanian, mati kepekaan, mati spiritual, mati kebijaksanaan, dan mati identitas.
Karena itu, tidak heran jika kura-kura begitu gigih mempertahankan rumah yang membebaninya sepanjang hidup. Walaupun karena itu, ia tampak lamban. Walaupun ia diserang ejekan. Kura-kura punya satu prinsip yang terus ia perjuangkan: inilah aku! Isyhaduu biannaa muslimiin. (mnuh)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar